Ilustrasi - Budaya Konsumerisme
Era Modern adalah era yang identik dengan kekacauan identitas. Dimana identas tidak dimaknai sebagai sebuah kohesi sosial yang terbentuk karna adanya ikatan persaudaraan, teritori wilayah ataupun ikatan sosial lainnya, melainkan ditentukan oleh gaya hidup dan pola konsumsi.
Konsumerisme, yang merupakan perspektif sosial dalam melihat peralihan pola masyarakat yang menginisiasi kelompok sosial mereka berdasarkan kesamaan pola konsumsi, yang bukan sekadar membeli barang dan jasa dari produk atau layanan tertentu, tetapi juga berdasarkan standarisasi mereka ingin terlihat sebagai apa.
Pada periode sebelumnya, dimana postmodernisme berkembang sebagai pemikiran yang mendobrak nilai-nilai tradisional yang dianggap oleh banyak orang terlalu kuno, hari ini kita dapat melihatnya sebgaai peralihan pola pikir dan pola hidup dari masyarakat dunia secara umum. Walaupun kebanyakan masyarakat hdup berdasarkan standarisas yang tidak mereka sadari dimana asal dan usulnya, atau justru tanpa pertimbangan baik dan buruk.
Aliran postmodernisme, yang dimulai dengan melakukan perubahan dalam seni, budaya, dan cara kita berinteraksi dengan dunia, telah berhasil membentuk paradigma konsumerisme modern, yang secara langsung berdampak pada kehidupan modern. Penolakan yang ditujukan pada pemikiran linear yang dianggap kuno dan konvensional dikembangkan dengan mengembangkan makna keragaman serta semua ciri khusus sebagai preferensi bagi masyarakat dengan gaya hidup konsumtif, dengan turut membentuk identitas dari tiap seseorang dalam masyarakat modern.
Seyogyanya kita semua sadar dalam melihat pergeseran paradigma dalam cara kita memahami dan melibatkan diri dengan budaya konsumsi. Masalah konsumsi tidak lagi hanya terkait dalam urusan kebutuhan dan keinginan dasar, tetapi juga telah menjadi sarana untuk bersekpresi dan menunjukan identitas diri. Produk yang dipilih oleh seseorang menjadi simbol dari siapa mereka, menggambarkan gaya hidup, standar nilai, dan preferensi pribadi.
Dalam konteks konsumsi, nilai-nilai berubah sesuai dengan perubahan tren dan preferensi. Tidak ada lagi satu standar yang diterapkan pada semua orang, tetapi muncul berbagai nilai konsumsi yang mencerminkan keberagaman seseorang dan kelompok. Masyarakat modern mendefinisikan diri mereka melalui barang yang mereka miliki, yang menciptakan narasi identitas yang berubah seiring berjalannya waktu.
Di Awal Abad 21 ini kita semua menyasikan sebuah perubahan sosial yang ditandai dengan tumbuh dan berkembangnya internet. Menciptakan media-media alternative yang mulai menggantikan eksistensi televise, dan ikut memainkan peran besar dalam membentuk nilai-nilai konsumsi dalam masyarakat.
Selipan iklan di setiap jeda tayangan film di televise dan berbagai konten di media sosial membentuk citra naratif yang mempengaruhi preferensi seseorang dalam budaya konsumsi. Sebagaimana dalam banyak literature pskologi behavioral, identitas yang dihasilkan dari budaya konsumsi seseorang merupakan respons terhadap impuls, atau rangsangan yang seseorang temukan dari gambar-gambar yang dipublikasikan oleh media.
Selain itu, dalam keberagaman gaya dan penampilan modern mencerminkan pola yang sama. norma kecantikan atau gaya yang diakui menjadi semakin beragam. Masyarakat modern menolak standarisasi nilai berdasarkan identitas sosial yang lama. Sebaliknya, masyarakat modern mampu merangkul keragaman dengan turut mengekspresikannya dengan berbagai cara berpakaian, menggunakan kosmetik, dan ragam aksesoris lainnya.
Namun apabila berkaca pada realitas yang dicptakan oleh perubahan paradigma dari masyarakat, Konsumerisme yang dilakukan masyarakat pada periode ini menciptakan realitas tiruan di mana produk dan pengalaman pribadi tidak hanya diartikan sebagai kegiatan fisik, tetapi sebagai simbol-simbol sosial yang mengarah pada identitas yang terkonstruksi. Pembelian suatu produk sama dengan upaya mencari pengakuan dan status sosial.
Munculnya "brand culture" atau budaya konsumsi pada merek tertentu adalah salah satu ciri konsumerisme dari masyarakat postmodern. Masyarakat tidak hanya membeli produk, tetapi juga meminjam gaya hidup yang dihasilkan dari citra yang ditimbulkan merek. Tak ayal kalau strategi branding modern selalu identic dengan pendekatan emosional dalam melakukan persuasi penjualannya. Tujuannya adalah untuk menciptakan kelompok masyarakat baru yang identic dan fanatic dengan sebuah brand. Sehingga brand modern bukan hanya sebagai kredibititas produk, tapi juga sebagai cara seseorang untuk hidup. Identitas konsumen tercermin dalam merek-merek yang mereka pilih, dan merek itu sendiri menjadi narasi yang kuat tentang siapa orang itu.
Budaya konsumsi saat ini bukan hanya aktivitas individual, tetapi juga bentuk interaksi sosial. “Shopping”atau kegiatan berbelanja bersama, Sharing pengalaman menggunakan brand tertentu melalui media sosial, dan berpartisipasi dalam tren-tren konsumtif adalah cara-cara masyarakat modern terlibat dalam aktivitas konsumsi.