Bagaimana Otoritas Politik Mengontrol Media Saat Ini

Di era digital, di mana informasi mengalir lebih bebas dibandingkan sebelumnya, orang mungkin berasumsi bahwa media menikmati independensi yang belum
Ilustrasi Gramsci - Wikipedia

Sumber Daya Pikiran - Di era digital, di mana informasi mengalir lebih bebas dibandingkan sebelumnya, orang mungkin berasumsi bahwa media menikmati independensi yang belum pernah terjadi sebelumnya. Namun, jika ditelaah lebih dekat, terungkap adanya tren yang memprihatinkan, yakni media saat ini sering kali berada di bawah kendali otoritas politik yang memiliki pengaruh finansial yang besar. 

Antonio Gramsci telah memberikan sebuah kerangka pemikiran yang berharga lebih dari 100 tahun yang lalu bagi kita untuk menelaah praktik yang terjadi di dunia modern, yang menjelaskan bagaimana pihak berkuasa menggunakan kekayaan mereka untuk mempertahankan dan memperluas pengaruh politik dan manipulasi dukungan yang mereka lakukan dengan memanfaatkan media massa.

Memahami Konsep Hegemoni

Konsep hegemoni Antonio Gramsci, yang berakar pada pengamatannya terhadap masyarakat Italia di bawah fasisme, menyoroti cara-cara halus di mana kelas dominan menjalankan kendali atas massa. Hegemoni, dalam istilah Gramscian, lebih dari sekedar kekerasan atau paksaan; ia mencakup sarana budaya, ideologi, dan ekonomi yang digunakan oleh kelas penguasa untuk membangun dominasinya.

Kelas penguasa membentuk norma, nilai, dan cita-cita budaya masyarakat, hal ini dikenal sebagai Hagemoni Budaya. Hal ini melibatkan pengendalian institusi seperti pendidikan, seni, dan media, yang memungkinkan para elit mempengaruhi persepsi publik dan mempertahankan kekuasaan mereka dengan mendefinisikan apa yang “normal” atau “dapat diterima”.

Gramsci menekankan peran ideologi dalam mempertahankan hegemoni. Kelas penguasa menyebarkan pandangan dunianya melalui berbagai cara, menjadikannya tampak sebagai hal yang masuk akal, hal ini dikenal sebagai kontrol ideologis. Kontrol ideologis ini berfungsi untuk membenarkan struktur kekuasaan yang ada dan melanggengkan status quo.

Gramsci membedakan antara masyarakat sipil (semua lembaga non-negara) dan negara. Perjuangan untuk hegemoni terjadi terutama dalam masyarakat sipil, dimana berbagai kelompok sosial bersaing untuk mendapatkan pengaruh atas budaya dan ideologi. Hal ini pada gilirannya mempengaruhi kebijakan negara.

Gramsci percaya bahwa kelas subaltern atau tertindas dapat menantang dan pada akhirnya menggulingkan dominasi budaya dan ideologi kelas dominan, yang disebut kontra ideologi. Ia memperkenalkan konsep "kontra-hegemoni", yaitu kelompok subaltern yang mengembangkan narasi budaya dan ideologi alternatif untuk melawan tatanan yang berlaku.

Di era modern, kita melihat konsep hegemoni Gramsci terwujud dalam penguasaan media oleh otoritas politik dengan sumber daya finansial yang besar. Pengendalian ini beroperasi melalui berbagai mekanisme, seperti yang dibahas di bawah ini:

Media sering kali bergantung pada individu atau perusahaan kaya untuk mendapatkan pendanaan. Entitas-entitas ini, yang didorong oleh kepentingan ekonomi dan afiliasi politik, dapat memberikan pengaruh besar terhadap arah editorial dan konten media. Dalam beberapa kasus, perusahaan media dimiliki langsung oleh tokoh politik atau organisasi yang memiliki kepentingan tertentu.

Aspek lain dari pengendalian ekonomi adalah pendapatan iklan. Media sangat bergantung pada periklanan, dan perusahaan besar yang mengalokasikan dana dalam jumlah besar untuk periklanan dapat secara tidak langsung mempengaruhi konten media dan sikap editorialnya. Hal ini karena organisasi media mungkin enggan mempublikasikan konten yang dapat membahayakan hubungan periklanan.

Di beberapa negara, otoritas politik secara langsung mengontrol media dan menjadikannya instrumen propaganda. Penangkapan media seperti ini melemahkan independensi jurnalistik dan dapat memanipulasi opini publik demi kepentingan penguasa.

Otoritas politik seringkali mempunyai kekuasaan untuk mengatur perusahaan media dan dapat menggunakan wewenang ini untuk keuntungan mereka. Mereka dapat mengesahkan undang-undang dan peraturan yang menghambat jurnalisme independen atau mendorong konsolidasi media, yang selanjutnya memusatkan kendali di tangan segelintir orang.

Selain kepemilikan langsung dan kontrol keuangan, terdapat cara-cara yang lebih halus di mana otoritas politik menggunakan kekayaan mereka untuk memanipulasi narasi media. Hal ini mencakup ancaman hukum, penyembunyian informasi, atau akses eksklusif terhadap jurnalis favorit.

Media sebagai  Medan Pertempuran Hegemoni

Di ranah media, perebutan hegemoni terjadi. Kelas dominan, yang seringkali bersekongkol dengan otoritas politik, berupaya membentuk opini publik dengan cara yang dapat mendukung kepentingan mereka dan mengamankan kendali mereka. Dalam pertarungan ini, media berperan sebagai medan pertarungan penting bagi persaingan narasi, ideologi, dan sumber kekuasaan.

Kelas dominan menggunakan hegemoni budaya untuk menetapkan agenda, menyusun isu-isu dengan cara yang selaras dengan kepentingan mereka. Mereka mengontrol nada, bahasa, dan prioritas media, mempengaruhi persepsi publik dan memperkuat posisi mereka sebagai norma. Selain itu, kontrol ideologi terlihat jelas dalam narasi-narasi yang media pilih untuk ditekankan atau diremehkan, dan lebih memilih narasi yang sejalan dengan pandangan dunia kelas penguasa.

Masyarakat sipil memainkan peran yang sangat penting, karena berbagai kelompok sosial terlibat dalam perebutan pengaruh terhadap media. Gerakan akar rumput, jurnalis independen, dan suara-suara yang terpinggirkan berupaya menantang narasi hegemonik yang dipromosikan oleh otoritas politik dan elit.

Konsep hegemoni Gramsci sangat relevan dalam konteks kontrol media oleh otoritas politik dengan cara finansial. Hal ini menawarkan kerangka pemikiran untuk memahami beragam cara kekuasaan beroperasi di era digital. Di era ketika informasi dan opini publik sangat penting bagi pengaruh politik, kontrol media merupakan alat yang ampuh untuk mempertahankan hegemoni.

Kelompok subaltern, seringkali dengan bantuan platform digital dan media sosial, melakukan mobilisasi untuk menantang narasi dominan dan mengembangkan wacana alternatif. Gerakan akar rumput dan jurnalis independen mempunyai kapasitas untuk mematahkan cengkeraman hegemoni otoritas politik, memanfaatkan potensi demokratisasi internet untuk berbagi perspektif dan menjangkau khalayak yang lebih luas.

Perspektif Gramsci mengungkapkan berbagai cara di mana kekuasaan dijalankan melalui cara-cara budaya, ideologi, dan ekonomi. Untuk memastikan lanskap media yang dinamis dan independen, penting bagi masyarakat untuk tetap waspada, mendukung jurnalisme kritis, dan mendorong beragam suara, melawan kontrol hegemonik yang mengancam integritas dan keragaman lanskap media di dunia modern.

Posting Komentar

Related Posts