Terminologi "silent majority" telah meresap dalam wacana publik, mencakup permainan sikap, preferensi, dan dinamika sosial yang kompleks dalam cara pandang politik. Di Indonesia, Ridwan Kamil adalah orang yang berjasa untuk mempopulerkan istilah ini, dalam wawancara pers yang meminta opininya soal Kemenangan paslon yang didukungnya. Atas pertimbangan itu, artikel ini ditulis.
Secara definisi, "Silent" dan "Majority" adalah penggabungan dari kata yang berarti "Mayoritas Orang yang diam". Istilah ini merujuk pada kelompok besar dalam populasi, tapi cenderung tetap diam dalam mengekspresikan pendapat mereka secara terbuka di depan publik.
Secara Historis, Petronius yang merupakan salah seorang penulis di era Kerajaan Romawi adalah salah seorang penulis yang mempopulerkannya. Ia menulia "abiit ad plures", yang berati "dia merujuk pada mayoritas", untuk menggambarkan orang yang sudah meninggal, karena jumlah orang yang meninggal saat itu jauh lebih banyak daripada orang yang masih hidup.
Evolusi konsep silent majority kembali dipopulerkan dalam budaya populer oleh Richard Nixon, yang menggunakan istilah ini selama Perang Vietnam. Nixon mengklaim bahwa mayoritas orang Amerika mendukung kebijakannya perang Vietnam adalah mayoritas, namun memilih untuk tetap diam. Walaupun, dalam kenyataannya Mayoritas penduduk AS menolak kebijakan ini, karna berimplikasi merugikan bagi banyak aspek, termasuk dalam urusan ekonomi dan keharusan mereka melakukan kewajiban militer.
Banyaknya korban jiwa yang ditimbulkan dari pihak AS, justru menyebabkan amarah massa yang memicu demonstrasi besar yang terjadi di AS dari tahun 1965 hingga 1973. Dalam jajak pada tahun 1967 yang menanyakan aspek apa yang paling meresahkan masyarakat AA dari perang Vietnam, adalah 31% adalah "hilangnya generasi muda kita".
Jajak pendapat yang terpisah pada tahun 1967 menanyakan kepada masyarakat Amerika bagaimana perang berdampak pada keluarga, pekerjaan, atau kehidupan finansial mereka. Mayoritas responden, yaitu 55%, menyatakan tidak berdampak pada kehidupan mereka. Dari 45% responden yang menyatakan bahwa perang telah mempengaruhi kehidupan mereka, 32% menyebutkan inflasi sebagai faktor terpenting, sementara 25% menyebutkan korban jiwa yang ditimbulkan.
Istilah "mayoritas diam", yang mengacu pada pemilih Konservatif yang tidak berpartisipasi dalam wacana publik kemudian muncul kembali dalam kampanye politik Ronald Reagan dan Donald Trump. Namun, konsep ini meluas jauh di luar retorika politik Nixon, meresap berbagai zaman dan konteks global.
Implikasi Sosial, sebagaimana yang dijabarkan oleh Jean Paul Baudrillard yang memandang, bahwa perasan enggan silent majority untuk bersuara dapat diatributkan kepada konformitas sosial, ketakutan akan pembalasan, atau keinginan untuk menjaga harmoni. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang dampak keheningan ini pada dinamika sosial, wacana politik, dan proses demokratis. Norma budaya, nilai, dan tradisi membentuk keputusan individu untuk tetap diam, memberikan pemahaman komprehensif terhadap dinamika kelompok Silent Majority.
Menurut Interpretasi Politik, Kent M.Keith telah menganalisis peran silent majority dalam membentuk lanskap politik. Sementara beberapa berpendapat bahwa kelompok ini mungkin menyimpan pandangan yang berbeda, yang lain berpendapat bahwa keheningan mereka bisa menandakan persetujuan atau, sebaliknya, potensi latent untuk perubahan.
Sebagaimana halnya Keith melihat dimensi Psikologis, yang dialami oleh kelompok silent majority. Ia melihat apatisme sosial yang diindikasikan melalui faktor-faktor seperti konformitas, teori identitas sosial, dan disonansi kognitif. Menjadi alasan bagi individu untuk memilih tetap diam daripada mengungkapkan pandangan mereka secara terbuka.
Dalam upaya untuk Mempelajari gagasan Silent Majority secara konseptual, memiliki tantangan metodologis. Menemukan siapa saja anggota kelompok Silent Majority adalah tantangan tersendiri. Sebagaimana berbagai dimensi kompleks yang melatarbelakanginya, mereka adalah kelompok yang tidak aktif dalam mengungkapkan diri di muka umum.
Secara sederhana, Silent majority memiliki gabungan antara jaringan pengaruh yang rumit antara sejarah, sosial, psikologis, politik, dan budaya. Saat kita berupaya untuk menavigasi kelompok silent majority, kita perlu harus mengakui keragaman di dalam kelompok yang secara telanjang terlihat seperti kelompok homogen yang bersikap afirmatif pada apapun yang terjadi, baik dalam dimensi politik, budaya, sosial ataupun Psikologis.
Referensi:
Baudrillard, Jean Paul. 1983. In the Shadow of the Silent Majority
Keith, Kent M. 1971. The Silent Majority : The Problem of Apathy and The Student Council
The Etimology Nerd. Silence of the dead
https://www.etymologynerd.com/blog/silence-of-the-dead
History. President Nixon calls on the “silent majority” https://www.history.com/this-day-in-history/nixon-calls-on-the-silent-majority
Gallup Vault. 2016. The Urge to Demonstrate
https://news.gallup.com/vault/190886/gallup-vault-urge-demonstrate.aspx
Anti-War Protests of the 1960s-70s
https://www.whitehousehistory.org/anti-war-protests-of-the-1960s-70s
The Silent Majority: How Unheard Voices Shape Our World and What Brands Must Do to Listen.
https://kadence.com/the-silent-majority-how-unheard-voices-shape-our-world-and-what-brands-must-do-to-listen/